Liputan6.com, Jakarta Salah satu langkah yang dilakukan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI dalam mengoptimalkan daya beli masyarakat guna memacu pertumbuhan kredit konsumer adalah dengan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Tanpa Agunan (KTA). Kedua hal tersebut merupakan penopang BRI dalam kenaikan pertumbuhan kredit konsumer hingga dua digit sepanjang semester I 2023 hingga kuartal I 2023.
Direktur Bisnis Konsumer BRI Handayani mengatakan, perseroan secara berkelanjutan terus memperkuat kapabilitas retail banking pada tahun ini. Ia menekankan bahwa salah satu strateginya adalah konsisten melakukan perbaikan business process reengineering, salah satunya seperti implementasi Consumer Loan Factory (CLF).
“Kita bersama bisa melihat bahwa daya beli masyarakat cenderung pulih setelah pandemi, juga tren inflasi yang menurun. Sehingga kami bisa mengoptimalkan kinerja di segmen konsumer melalui strategi yang kami terapkan,” katanya.
Handayani juga memproyeksikan bahwa kredit konsumer tahun ini terbilang baik karena inflasi yang cenderung menurun. Dirinya menjelaskan, secara persentase, per Juni 2023, Kredit Tanpa Agunan (KTA) merupakan kredit konsumer yang tumbuh paling tinggi, yakni 16,5% yoy dan diikuti KPR 8,7% yoy.
“Namun, sebagian besar kredit konsumer atau 67,8% merupakan sumbangsih KPR. Geliat kredit konsumer tersebut juga diikuti dengan kualitas aset yang sehat, per Juni 2023, rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) segmen konsumer hanya sebesar 2,0%,” ujarnya.
“Adapun secara total, BRI menyalurkan kredit sebesar Rp1.202,1 triliun, atau naik 8,8% yoy. Dengan demikian segmen konsumer berkontribusi sebesar 14,3%,” jelas Handayani.
Ia pun mengungkapkan, guna mengoptimalkan kinerja, BRI akan memberikan pelayanan kepada nasabah melalui berbagai kanal dan membuka kerja sama API connection dengan berbagai pihak.
Dalam kesempatan lain, Ekonom Center of Reform on Economics (CORE), Mohammad Faisal menjelaskan bahwa pada tahun pertama, kredit konsumer menjadi satu pendorong pertumbuhan total pembiayaan yang disalurkan perbankan. Ia menyebut, korporasi masih menahan diri untuk mencari sumber pembiayaan eksternal.
“Kondisi ekonomi global memengaruhi permintaan pembiayaan korporasi kepada perbankan. Di pasar domestik, meskipun juga mengalami tekanan, tetapi masih tumbuh positif,” jelasnya.
“Permintaan domestik memang masih tumbuh positif, walaupun jauh lebih lambat,” imbuh Faisal.
Ia juga menyebut bahwa kredit konsumer diperkirakan masih akan menjadi satu stimulus bagi bank di Indonesia dalam menjaga pertumbuhan pembiayaan.
“Hal ini khususnya terkait dengan KPR dan juga KTA dan menjelang akhir tahun kredit konsumer akan terdorong dengan dimulainya periode kampanye untuk pemilihan umum tahun depan,” sebut Faisal.
Sebagai informasi, Bank Indonesia mencatat bahwa industri perbankan menyalurkan kredit konsumer senilai Rp1.923 triliun hingga Agustus 2023. Angka tersebut naik 9,1% secara tahunan (yoy) atau di atas pertumbuhan total pembiayaan yang disalurkan bank.
Pada periode tersebut, penyaluran kredit bank kepada pihak ketiga mencapai senilai Rp 6.709,5 triliun atau naik 8,9% yoy. Dengan demikian, sebanyak 28,7% di antaranya merupakan kredit konsumer.